Petani Tolak Impor Beras & Teriak Harga Gabah Anjlok, Ini Kata Bapanas
Puluhan petani dari Indramayu dan Banten yang tergabung dalam Serikat Petani Indonesia (SPI) melakukan aksi demo di depan Kantor Kementerian Pertanian (Kementan) Ragunan, Jakarta Selatan, Jumat (19/1/2024). Adapun aksi demo ini menolak keras dilakukannya importasi beras, apalagi di saat kondisi panen seperti sekarang ini.
Ketua Departemen Polhukam DPP SPI Angga Hermanda mengaku tidak setuju dengan importasi beras yang dilakukan pemerintah, meskipun dengan dalih terjadi kekeringan sehingga menyebabkan produksi menurun dampak dari El Nino.
“Itu tidak bisa kita terima karena sesungguhnya di lapangan kita petani tetap memanen dan harga kita sedang bagus-bagusnya, gabah kita di kisaran Rp7.000-Rp8.600 per kg GKP https://citykas138.com/ (gabah kering panen),” kata Angga saat ditemui di lokasi demo.
Saat harga sedang bagus di tingkat petani, lanjutnya, tiba-tiba harga gabah langsung anjlok karena adanya isu impor beras.
“Sebetulnya isu (impor beras) bukan hanya di Januari, tapi sejak November direncanakan sepanjang tahun ini akan impor beras, dan realisasinya Januari kita sudah menemukan anggota SPI di beberapa daerah, seperti di Garut itu harga GKP yang dipanen awal Januari lalu karena panennya telat itu di kisaran Rp5.800 kita. Lalu di Indramayu dan di Banten sekitar Rp6.000 an (per kg),” ujarnya.
Foto: Pejabat Badan Pangan Nasional (Bapanas) menemui para petani yang berdemo di Kantor Kementan/Dok: Martyasari Rizky
Pejabat Badan Pangan Nasional (Bapanas) menemui para petani yang berdemo di Kantor Kementan/Dok: Martyasari Rizky |
Angga mengeluh bahwa kini petani menjadi bangkrut dengan adanya impor beras, sebab selain harga gabah yang menjadi anjlok, mereka juga harus menanggung biaya produksi yang semakin mahal.
“Kami melakukan aksi hari ini karena ini langsung membuat petani bangkrut. Pupuk kita sulit, dapat harganya juga mahal, sementara biaya produksi meningkat. Harga gabah yang sedang bagus anjlok, hancur dengan kebijakan impor ini,” keluhnya.
Menyangkut hal itu, Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) I Gusti Ketut Astawa menerima aspirasi dari petani yang ditujukan untuk pihaknya dengan terbuka. Bahkan, ia turun langsung mendengar aspirasi-aspirasi massa aksi secara langsung di depan gerbang kompleks kantor Kementan.
“Para pendemo ini menyampaikan aspirasi. Artinya perlu kita jelaskan riil-nya bagaimana posisi produksi, kondisi stok, kemudian kondisi curah hujan kita sekarang yang kalau dilihat beberapa tempat sudah mengalami banjir dan sebagainya. Kalau melihat kondisi seperti ini kita harus memaklumi bahwa teman-teman belum mendapatkan informasi yang jelas,” kata Ketut saat ditemui di lokasi demo.
Adapun kekhawatiran yang disuarakan oleh petani, yang takut harga jual GKP anjlok karena impor beras. Ketut menjelaskan bahwa pihaknya dalam hal ini pemerintah tengah berupaya menstabilkan harga, baik di tingkat hulu maupun hilir.
“Teman-teman buruh sudah mengatakan bahwa mereka ingin harga (beras) yang murah. (Namun di lain sisi) teman-teman petani juga ingin harganya tinggi. Kita (pemerintah) harus cari harga yang wajar,” jelasnya.
Saat ini pun, lanjut Ketut, harga GKP sudah ada yang berada di angka Rp7.000-Rp8.000 per kg. Menurutnya, harga itu terlalu tinggi. Memang harga GKP yang tinggi itu disenangi oleh para petani, namun di sisi hilirnya para buruh pun teriak karena harga beras yang juga menjadi tinggi.
“Pemerintah sudah melakukan (intervensi dengan) bantuan pangan, itu bisa ngerem. Tapi begitu nggak ada bantuan pangan naik lagi. Pertanyaanya kita balik, apakah kita biarkan beras harganya Rp20.000 (per kg)? Artinya masalah saat ini pemerintah harus menetapkan impor yang terukur,” terang dia.
Lebih lanjut Ketut menjelaskan bahwa dalam sebulan Indonesia membutuhkan beras minimal 2,5 juta ton. Sementara produksi beras di Januari berdasarkan kerangka sampel area (KSA) milik BPS hanya mencapai 900 ribu ton.
“Artinya minus kan? Belum lagi kita harus memperkuat stok pemerintah,” ujarnya.
Untuk itu, Ketut menilai SPI dan pemerintah harus duduk bersama. “Jadi tidak salah menyampaikan aspirasi mereka, tapi kita harus duduk berdasarkan data, kita kan ada data. Kalau Rp7.000 per kg GKP saja nggak bisa turun harga berasnya. Artinya teman-teman buruh juga menerima beras yang tinggi,” lanjut Ketut.
Ketut mengatakan, petani tidak perlu khawatir harga jual GKP menjadi anjlok karena adanya impor beras, karena pihaknya akan memastikan beras-beras impor tersebut sudah masuk sebelum panen raya.
“Setahu saya panen raya kita agak mundur sekarang, bisa Mei. Artinya kalau ada kekosongan ini dan kita nggak ada stoknya bahaya, harga bisa terlalu melambung. Jadi tatkala produksi kita relatif sedikit, pasti akan terjadi lonjakan harga,” pungkasnya.