Sri Mulyani Salah Pahami Data, Mahfud Seret Nama Heru Pambudi

KOMISI III DPR RI RDPU Dengan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan & Pemberantasan TPPU. (Tangkapan Layar Youtube TVR Parlemen)

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud Md akhirnya membuka secara terang-terangan penyebab Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati keliru dalam memberikan jawaban ke publik, termasuk ke Komisi XI DPR, terkait transaksi janggal di kementeriannya senilai Rp 349 triliun.

Saat di penghujung rapat dengar pendapat dengan Komisi XI Rabu malam, Mahfud membawa bukti kertas yang berisi berita acara dokumen-dokumen temuan PPATK itu sudah diserahkan sejak 2017 silam. Namun, hingga ia buka ke publik data terkait transaksi janggal Rp 349 triliun, Sri Mulyani tak kunjung mendapatkan data asli temuan PPATK itu.

“Datanya bu Sri Mulyani salah, iya. Ini datanya nih, suratnya yang asli semua by hand, yang ditandatangani,” kata Mahfud di ruang rapat Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023).

Setelah menunjukkan bukti berita acara penyerahan informasi transaksi janggal yang diduga tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu, Sri Mulyani mengungkap nama-nama pihak yang menyerahkan dan menerima laporan transaksi janggal. Nama-nama itu dari PPATK dan Kementerian Keuangan.

Dari pihak yang terlibat serah terima itu dan termuat dalam berita acara kata Mahfud adalah Kiagus Ahmad Badaruddin selaku Kepala PPATK periode 2016-2020. Lalu ada Dian Ediana Rae yang saat itu merupakan wakil ketua PPATK periode 2016-2020.

Lalu ada Heru Pambudi, yang saat itu merupakan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Sumiyati selaku Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan sejak 2017 hingga 2021, serta ada dua nama lain yang masing-masing dari Itjen Kemenkeu dan Ditjen Bea dan Cukai.

“Ini tidak bisa diserahkan dengan surat karena sensitif. Oleh sebab itu diserahkan by hand. Bertanggal 13 November 2017. Ini yang serahkan Ketuanya Pak Badaruddin, Pak Dian Ediana, kemudian Heru Pambudi dari Dirjen Bea Cukai, lalu Sumiyati irjennya,” tutur Mahfud.

Laporan kasus transaksi janggal itu kata Mahfud sebetulnya sudah terendus sejak 2013. Namun karena tak kunjung ditindaklanjuti, PPATK menyurati lagi pada 2020. Kendati begitu kasus itu tak juga ditindaklanjuti hingga akhirnya dia ungkap ke publik senilai Rp 349 triliun dengan periode rekapitulasi 2009-2023.

“Ini ada tanda tangan semua nih. Bahwa 2013 kasus ini masuk tapi 2020 belum selesai, kita kirimi surat baru, ketika surat baru ini tanya kita ketemu sama Kemenkeu, di situ bilang ada Bu Sri Mulyani, lalu irjen bilang surat itu tidak ada, saya ralat, bukan Sri Mulyani, waktu itu adanya Wamenkeu, Irjen dan ini, itu bilang surat ini tidak ada,” tutur Mahfud.

Hingga ditunjukkan adanya berita acara serah terima dan data-data transaksi janggal saat pertemuannya dengan jajaran Kementerian Keuangan di Kantor Menko Polhukam pada 10 Maret 2023, Mahfud mengatakan, mereka-mereka yang ada di situ menegaskan tak tahu adanya laporan itu.

Akibatnya, Sri Mulyani ketika berbicara di Komisi XI dua hari lalu, kata Mahfud menyampaikan keterangan data yang berbeda. Misalnya, terkait data nominal transaksi mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain senilai Rp 35 triliun, hanya disampaikan Sri Mulyani sebesar Rp 3,3 triliun.

Selain itu, terkait data temuan transaksi mencurigakan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebesar Rp 189 triliun, kata dia juga dikesampingkan saat pemaparan itu. Padahal, itu menjadi bagian penting dalam temuan transaksi mencurigakan yang totalnya senilai Rp 349 triliun.

“Lalu ditunjukkan, lalu ini apa? lalu dijelaskan bu Sri Mulyani yang sebenarnya bea cukai diambil satu pajaknya yang lain dikeluarkan, sama seperti pegawai kemenkeu dia nulis Rp 3,3 triliun, padahal kami tulis Rp 35 triliun. Yang diambil dipisah rangkaiannya oh yang ini pegawai keuangan aja, padahal ini satu rangkaian main pencucian uang ini, satu rangkaian dipisah karena ini orang luar katanya,” ujar Mahfud.

“Ini berita acara, bukan hanya surat, ditandatangani semua ini. Bahwa kasus penyelundupan emas itu yang pelanggaran bea cukai itu 2017 ditutup, sehingga kami kirim lagi surat itu. Lalu bilang enggak ada di depan Wamenkeu. Loh ini ada baru dicari ketemu itu yang dipakai dasar menjelaskan oleh bu menkeu,” kata Mahfud.

Temuan ini kata Mahfud tidak pernah ditindaklanjuti sama sekali. Namun, sebagaimana yang disampaikan Sri Mulyani dua hari lalu bahwa temuan PPATK ini sudah semua ditindaklanjuti, menurut Mahfud menjadi bukti bahwa Sri Mulyani diberikan informasi yang keliru oleh bawahannya.

“Enggak ada sejak 2017 bahkan masih diterangkan bu menkeu 2 hari lalu katanya selesai kita cek ke sana tidak ada tindakan terhadap bea cukainya, hanya pajaknya, ini tindakan bea cukai begitu banyak, lalu kok harta mu banyak, pajak mu sedikit, lalu dihitung pajaknya suruh tambah pajak aja,” ucap Mahfud.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*