Jakarta CNBC Indonesia – China tiba-tiba ‘meneriaki’ Rusia dan Ukraina. Dalam laporan terbaru, pemerintah Presiden Xi Jinping mendesak Moskow dan Kyiv untuk segera melakukan pembicaraan damai.
China juga menunjukan kekhawatiran soal nuklir. Dalam laporan terbaru yang dikutip AFP itu, pemerintah Xi Jinping mendesak tak ada penggunaan senjata nuklir dalam konflik keduanya.
Hal ini terungkap dalam rilis pers terbaru China yang memuat 12 poin soal krisis Rusia-Ukraina. Ini juga menandai setahun pertempuran bekas negara Uni Soviet itu, yang dimulai 24 Februari 2022.
“Semua pihak harus mendukung Rusia dan Ukraina dalam bekerja ke arah yang sama dan melanjutkan dialog langsung (perdamaian) secepat mungkin,” tegas Beijing dimuat di situs web Kementerian Luar Negeri China.
“Senjata nuklir tidak boleh digunakan dan perang nuklir tidak boleh diperjuangkan. Ancaman atau penggunaan senjata nuklir harus ditentang,” tambah pernyataan itu.
“Pihak-pihak yang berkonflik harus benar -benar mematuhi hukum kemanusiaan internasional, menghindari menyerang warga sipil atau fasilitas sipil,” ujar China lagi.
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pada dia belum melihat rencana perdamaian China. Namun, ia ingin bertemu dengan Beijing.
“Saya pikir ini adalah fakta yang sangat baik secara umum bahwa China mulai berbicara tentang Ukraina dan mengirim beberapa sinyal,” kata Zelensky.
Kami akan menarik beberapa kesimpulan setelah kami melihat spesifik dari apa yang mereka tawarkan … kami ingin mengadakan pertemuan dengan China,” katanya lagi.
Sejak perang terjadi China telah berusaha untuk memposisikan dirinya sebagai partai netral. Namun, sebagian menuding, diam-diam China tetap berhubungan dekat dengan Rusia.
Diplomat Top China Wang Yi Rabu lalu, bahkan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov . Ia juga berdialog dengan Presiden Vladimir Putin di Moskow.
Dalam beberapa laporan, China disebut telah menawarkan dukungan diplomatik dan keuangan Putin. Tetapi menahan diri dari keterlibatan militer yang terbuka atau mengirim cache senjata mematikan.
Perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh negara Cina dilaporkan telah menjual drone yang tidak mematikan dan peralatan lain ke Rusia. Namun, Beijing telah membantah klaim tersebut.
Moskow juga kebanyakan membeli peralatan militer Iran untuk persediaan yang sangat dibutuhkan seperti kendaraan udara tak berawak. Amerika Serikat (AS) sempat melaporkan bagaimana Korea Utara (Korut) juga menyediakan roket dan artileri ke Rusia.